“Wik..aku cinta kamu!” teriak Dewa dari luar pagar.
Bocah perempuan berumur 5 tahun memakai sandal merah menghampiri Dewa dan bertanya, “Wak, cinta itu apa? Enak ga?”
“Kata mamah, cinta itu gembira, slalu bersama - sama. Kamu mau kan gembira bersama aku?” ujar Dewa, bocah berumur 5 tahun lebih 5 bulan sambil memainkan mobil – mobilannya.
Dewik mengangguk tanda setuju kemudian mereka bermain bersama. Tiba2 datang seorang bocah berumur 5 tahun lebih 3 bulan dengan lolipop di tangannya. “Ini buat kamu, kamu mau kan jadi pacarku?” kata bocah itu seraya memberikan lolipop itu kepada Dewik.
“Aku ga mau, kamu nakal sama aku! Pokoknya aku ga mau liat kamu, ga mau! Kamu nakal!” teriak Dewik sambil mendorong Deni, bocah lolipop itu.
“Kamu harus mau!” paksa Deni sambil menarik tangan Dewik.
“Jangan gangguin cinta aku! Pergi!” marah Dewa sambil mendorong Deni dan mengepalkan tangannya ingin memukul.
“Awas ya! Aku aduin ke ayahku!” ancam Deni sambil berlari meninggalkan Dewa dan Dewik.
“Tenang aja Wik. Aku bakal jagain kamu. Aku janji.” janji Dewa sambil memeluk Dewik
***
“Dewak.. Kamu mau ke mana? Jangan tinggalin aku.. Huuu..Huuu.” tangis Dewik sambil mengejar mobil yg membawa Dewa pergi.
Hari itu, Dewa dan mamahnya pindah rumah karna papahnya pindah tugas ke kota lain. Tapi Dewa ga sempat pamitan ama Dewik, dan ia ga mau lihat Dewik di saat terakhir perpisahan itu, karna bagi Dewa, akan jadi perjumpaan terakhir kalinya.
Seharian Dewik menangis hingga demam! Dewik pun mengigau, “Dewak bohong, bohong..”
***
16 tahun 11 bulan tlah berlalu. Dewik tumbuh menjadi perawan yg pemurung dan lemah. Kata dokter, Dewik mengalami depresi akut. Untung saja ia tidak terkena stroke. Kesehariannya hanya melamun dan melamun saja, entah apa yg di pikirkannya itu.
***
“Wik, mami dan papi mau bicara sebentar.” kata mami suatu hari.
“Ada apa mi? Pi?” tanya Dewik tanpa senyum sedikit pun.
“Nanti malam, keluarga pak Sudrajat akan datang. Rencananya, kita akan mengenalkanmu dengan anaknya. Sapa tau, kamu merasa cocok dengannya dan kita bisa melangsungkan pernikahan.” jelas mami.
“Apa mi? Nikah? Ga mi, Dewik ga mau!” marah Dewik kemudian berlari meninggalkan ke dua orang tuanya itu.
‘Tapi nak..” teriak papi.
Dewik menutup telinganya, ia sedih, menangis, kenapa Dewa ninggalin dia? Kenapa Dewa bohongin dia? Kenapa dia harus bertemu dengan anak pak Sudrajat? Kenapa bukan Dewa? Kenapa? Kenapa? Dewik berlari dan trus berlari, entah ke mana tujuannya. Tiba2 ia tersadar, ia berlari terlalu jauh dan ada seseorang yg membuntutinya. Dewik sangat takut, ia pun berlari sambil sesekali menoleh ke arah belakang. Tanpa melihat ke arah depan, tiba2 ada sebuah mobil melaju dengan kencang dan…
Brak!!
Dewik membuka matanya tapi ia tak terluka sedikit pun. Dia melihat, ada seorang lelaki tersungkur di bawah kakinya. Saat membalikkan badan lelaki itu, ia seperti mengenal lelaki itu ketika ingatannya kan pulih, lelaki itu berkata sambil sesekali menahan sakit, “Akhirnya, aku nemuin kamu Wik.. Maaf.. Aku ga bermaksud ninggalin kamu. Aku juga ga bermaksud bohongin kamu. Aku janji, akan menjagamu. Sekarang, kamu harus janji ama aku, kamu akan selalu bahagia dan tersenyum seperti dulu.” Dewa pun menghembuskan nafas yg terakhir di pangkuan Dewik.
Dengan terbata dan menangis, Dewik berkata, “Wak, kenapa.. Kenapa kamu ninggalin aku lagi? Dewaaaaaaaaaaaaaaaak!”
***
Dewa berumur 19 tahun. Dewa lulus dengan nilai tertinggi. Ia ingin melanjutkan kuliah di PTN yg ia impikan.
“Wak, kamu ke mana saja jam segini baru pulang?” tanya mamah.
“Jalan2 mah..” sahut Dewa sambil mencium pipi mamahnya.
Sebenernya, hari itu, Dewa mengunjungi SMP pembangunan di Jakarta, bukan sekolahnya tapi sekolah Dewik.
***
Dewa berumur 21 tahun. Tak dapat melanjutkan kuliah karna suatu keadaan.
“Dari mana mas?” tanya istri Dewa suatu malam. Istri yg tak pernah ia cintai. Istri karna kesalahan orang tuanya.
“Aku dari kantor.” ujar Dewa berbohong. Hari itu, ia dari SMA Merah Putih di Denpasar. SMA tempat Dewik bersekolah. Mencari tau di mana keberadaan Dewik sekarang.
***
Dewa berumur 22 tahun 4 bulan. Berjalan ke sana ke mari, bertanya pada orang2 sambil membawa secarik kertas yg ia dapatkan dari Siska, temen semasa kecilnya.
“Jln Nagan Kulon no x Kadipaten Kidul Yogyakarta.” ujarnya sambil meyakinkan dirinya bahwa rumah di hadapannya adalah yg ia cari.
“Di sini Dewik tinggal. Aku akan memberinya kejutan.” ucapnya. Saat hendak memasuki pekarangan rumah itu, ia terhenti dan bersembunyi di balik pohon rambutan. “Eh, itu seperti Dewik, kenapa dia menangis? Aku harus mencari tau. Aku akan mengikutinya.”
Dewa berjalan kira2 5 meter di belakang Dewik. Entah mengapa, Dewik mempercepat langkah kakinya dan tiba2 “Dewik, awas!!”
Brak!!